Selasa, 24 Februari 2009

Permainan Catur dan Pakistan




Oleh: Adnan Khan


HTI-Press. Sejak terpilihnya Barack Obama sebagai presiden baru AS, beberapa peristiwa berlangsung secara cepat terutama di Afghanistan dan Pakistan, dua negara muslim yang lokasinya strategis karena bersebelahan dengan sumber energi Asia Tengah.


Obama menekankan dalam kampanye pemilunya bahwa ia menganggap Pakistan sebagai sumber Teror dibandingkan Afghanistan dan ia akan mengirim tentara melewati perbatasan dan memasuki wilayah Pakistan apabila pemerintah Pakistan tidak bertindak. Adalah masa menjelang pelantikan Obama, ketika pesawat AS tidak berawak melancarkan serangan rudal terhadap Pakistan yang menewaskan warga tidak bersalah. Hal ini menunjukkan bahwa ucapan Obama memang serius. Apa yang kita saksikan kini tidak lain adalah penerusan kebijakan Bush.


Setelah mengalami kegagalan di Iraq, AS juga menghadapi situasi yang semakin sulit di Afghanistan. Gerakan perlawanan disana memaksa AS untuk bernegosiasi dengan negara-negara yang selama ini dianggap tidak bersahabat seperti Iran dan Rusia. Jalur logistik semakin rawan untuk disabotase dan perpecahan di dalam NATO pun mulai tampak dengan adanya penolakan Jerman dan Perancis untuk menambah jumlah tentaranya di Afghanistan.


Pentingnya wilayah ini terlihat dari dilibatkannya negara-negara seperti Latvia yang tidak berbatasan langsung dengan Afghanistan untuk mengamankan kebutuhan pasokan logistik NATO. Tidak kurang dari 700 peti kemas seminggu dikirim ke pelabuhan di Latvia untuk selanjutnya diteruskan melalui kereta api ke Afghanistan.


Utusan AS Richard Holbrooke dalam kunjungannya menggambarkan situasi disana sebagai ‘lebih buruk daripada Iraq’. Laksamana Mike Mullen, pimpinan kepala staf militer AS berkata,” situasi semakin memburuk dari hari ke hari.” Menlu Inggris David Miliband minggu lalu juga berkata adanya ‘jalan buntu’, suatu kondisi yang sudah lama diketahui oleh para jenderal senior dan pejabat keamanan.


Taliban kini mengontrol wilayah Afghanistan Selatan dan Timur dan melakukan serangan mematikan terhadap pusat pemerintahan di Kabul termasuk serangan terhadap kementerian kehakiman. AS telah memberikan wewenang kepada NATO untuk membuat perjanjian dalam rangka memasok kebutuhan logistik yang melewati wilayah Rusia dan Iran.


Pemerintahan Pakistan sekali lagi gagal dalam mengambil inisiatif dan mengambil kesempatan ketika AS berada dalam posisi lemah — terpuruk ekonominya dan terbebani oleh dua perang berdarah. Perlu diingat bahwa 85-95% (terangkut dengan 300-500 truk per hari) pasokan logistik ke Afghanistan berasal dari Pakistan melalui pelabuhan Qasim di Karachi. Pemerintahan Zardari seperti Musharraf justru memperkuat posisi AS dengan berpartisipasi dalam Perang Melawan Islam dan mengkhianati rakyatnya. Padahal dalam berbagai jajak pendapat ditemukan kebencian terhadap AS dan kebijakannya. Kenyataan bahwa pesawat tidak berawak AS “diterbangkan dari pangkalan Pakistan” sebagaimana dinyatakan oleh senator Dianne Feinstein, anggota Komite Intelijen Senat, menunjukkan penghambaan pemerintahan Pakistan yang dipimpin Zardari kepada AS.


AS sangat memahami bahwa ia tidak bisa menang tanpa didukung oleh pemerintahan Pakistan yang korup. Oleh karenanya, AS mendukung pemerintahan Zardari sebagaiman mendukung Musharraf. AS kini menggunakan militer Pakistan sebagaimana layaknya tentara bayaran untuk membunuhi rakyatnya sendiri.


Menteri Pertahanan AS Robert Gates mengatakan bahwa tujuan utamanya bukanlah untuk membangun “Valhalla di Asia Tengah.” Membentuk Afghanistan yang liberal, demokratis dan sejahtera untuk saat ini menjadi tertunda. Steve Cohen, dari lembaga penelitian kebijakan Brookings Institution di Washington juga mengatakan,” Kita sudah meninggalkan tujuan untuk membangun demokrasi yang nyaman dan bahagia sebagaimana model Skandinavia.”


Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan niat sesungguhnya pemerintah AS. Apabila tidak ada perubahan situasi, maka AS bisa juga memutuskan hubungan dengan Pakistan dengan mempererat aliansi strategis dengan India demi mengamankan kepentingan AS di sana.


Satu-satunya jalan untuk membangun keamanan dan stabilitas di wilayah tersebut adalah dengan membentuk Khilafah. Ini akan menyatukan semua propinsi di Pakistan dan akan menghapus rasa permusuhan dari dada rakyat. Di samping itu, Pakistan juga akan disatukan dengan Afghanistan dan negeri-negeri muslim lainnya, serta menghapus tapal perbatasan yang awalnya digariskan oleh Sir Mortimer Durand atau Sir Cyril Radcliffe. Muslim Pakistan hari ini bertanya-tanya, dimanakan Mohammad bin Qasim berada hari ini. (Terjemahan Rusydan; khilafah.com, 16/02/09)

Tidak ada komentar: