Selasa, 24 Maret 2009

Hukum Pemilu Legislatif dan Presiden



[Al-Islam 448] Tidak lama lagi, Indonesia kembali akan menyelenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) 2009. Pemilu kali ini, selain untuk memilih anggota legislatif, yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pusat dan Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), juga memilih Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan Anggota Legislatif akan diselenggarakan pada 9 April 2009. Pemilihan Presiden akan diselenggarakan pada awal Juli 2009 untuk putaran pertama, dan pertengahan September 2009 untuk putaran kedua.



Berdasarkan undang-undang dasar maupun undang-undang yang ada, anggota legislatif memiliki tiga fungsi pokok: (1) fungsi legislasi untuk membuat UUD dan UU; (2) melantik presiden/wakil presiden; (3) fungsi pengawasan, atau koreksi dan kontrol terhadap Pemerintah. Adapun Presiden secara umum bertugas melaksanakan Undang-Undang Dasar, menjalankan segala undang-undang dan peraturan yang dibuat.

Berdasarkan fakta ini, hukum tentang Pemilu di Indonesia bisa dipilah menjadi dua: Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden.

Pemilu Legislatif
Pemilu Legislatif pada dasarnya bisa disamakan dengan wakalah, yang hukum asalnya mubah (boleh) berdasarkan hadis Nabi saw.:

«وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: اَرَدْتُ الْخُرُوْجَ اِلىَ خَيْبَرَ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ: إِذَا أَتَيْتَ وَكِيْلِيْ بِخَيْبَرَ فَخُذْ مِنْهُ خَمْسَةَ عَشَرَ وَسَقًا»

Jabir bin Abdillah ra. berkata, Aku hendak berangkat ke Khaibar, lalu aku menemui Nabi saw. Beliau bersabda, “Jika engkau menemui wakilku di Khaibar, ambillah olehmu darinya lima belas wasaq.” (HR Abu Dawud).

Dalam Baiat ‘Aqabah II, Rasulullah saw. juga pernah meminta 12 orang wakil dari 75 orang Madinah yang menghadap beliau saat itu, yang dipilih oleh mereka sendiri.

Kedua hadis di atas menunjukkan bahwa hukum asal wakalah adalah mubah, selama rukun-rukunnya sesuai dengan syariah Islam. Rukun wakalah terdiri dari: dua pihak yang berakad (pihak yang mewakilkan/muwakkil) dan pihak yang mewakili/wakîl); perkara yang diwakilkan atau amal yang akan dilakukan oleh wakil atas perintah muwakkil; dan redaksi akad perwakilannya (shigat taukîl).

Jika semua rukun tersebut terpenuhi maka yang menentukan apakah wakalah itu islami atau tidak adalah amal atau kegiatan yang akan dilakukan oleh wakil.

Terkait dengan anggota legislatif, hukum wakalah terhadap ketiga fungsi pokoknya tentu berbeda. Wakalah untuk membuat perundang-undangan sekular dan wakalah untuk melantik presiden/wakil presiden yang akan menjalankan sistem sekular tentu berbeda hukumnya dengan wakalah untuk melakukan pengawasan, koreksi dan kontrol terhadap pemerintah.

Berkaitan dengan fungsi legislasi, setiap Muslim yang mengimani Allah SWT wajib menaati syariah Islam yang bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah; baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Allah SWT telah menegaskan:

Hukum itu hanyalah kepunyaan Allah (QS Yusuf [12]: 40).

Allah SWT juga menyatakan bahwa konsekuensi iman adalah taat pada syariah-Nya (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 65; al-Ahzab [33]:36). Tidak boleh seorang Muslim mengharamkan apa yang telah Allah halalkan atau menghalalkan apa yang telah Allah haramkan. Tentang hal ini, Adi bin Hatim ra. berkata: Saya pernah mendatangi Nabi saw. ketika beliau sedang membaca surah Bara’ah:

Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masih putra Maryam (QS at-Taubah [9]: 31).


Beliau bersabda, ”Mereka memang tidak menyembah para alim dan para rahib mereka. Namun, jika para alim dan para rahib mereka menghalalkan sesuatu, mereka pun menghalalkannya. Jika para alim dan para rahib mereka mengharamkan sesuatu, mereka pun mengharamkannya.” (HR at-Tirmidzi).

Karena itu, menetapkan hukum yang tidak bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah adalah perbuatan yang bertentangan dengan akidah Islam, bahkan dapat dikategorikan sebagai perbuatan menyekutukan Allah SWT.

Dengan demikian, wakalah dalam fungsi legislasi yang akan menghasilkan hukum atau peraturan perundangan sekular tidak boleh, karena hal tersebut merupakan aktivitas yang bertentangan dengan akidah Islam.

Wakalah untuk melantik presiden/wakil presiden juga tidak boleh, karena wakalah ini akan menjadi sarana untuk melaksanakan keharaman, yakni pelaksanaan hukum atau peraturan perundangan sekular yang bertentangan dengan syariah Islam oleh presiden/wakil presiden yang dilantik tersebut. Larangan ini berdasarkan pada kaidah syariah yang menyatakan:

(اَلْوَسِيْلَةُ اِلَى الْحَرَامِ حَرَامٌ)

Wasilah (perantaraan) yang pasti menghantarkan pada perbuatan haram adalah juga haram.

Adapun wakalah dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan, koreksi dan kontrol terhadap Pemerintah adalah boleh selama tujuannya untuk amar makruf nahi mungkar. Wakalah semacam ini merupakan wakalah untuk melaksanakan perkara yang dibenarkan oleh syariah Islam.

Namun demikian, harus ditegaskan bahwa pencalonan anggota legislatif dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan dibolehkan sepanjang memenuhi syarat-syarat syar’i, bukan dibolehkan secara mutlak. Syarat-syarat tersebut adalah:

Harus menjadi calon dari partai Islam, bukan dari partai sekular. Dalam proses pemilihannya tidak menempuh cara-cara haram seperti penipuan, pemalsuan dan penyuapan, serta tidak bersekutu dengan orang-orang sekular.
Harus menyuarakan secara terbuka tujuan dari pencalonan itu, yaitu untuk menegakkan sistem (syariah) Islam, melawan dominasi asing dan membebaskan negeri ini dari pengaruh asing. Dengan kata lain, calon wakil rakyat itu menjadikan parlemen sebagai mimbar (sarana) dakwah Islam, yakni menegakkan sistem Islam, menghentikan sistem sekular dan mengoreksi penguasa.
Dalam kampanyenya harus menyampaikan ide-ide dan program-program yang bersumber dari ajaran Islam.
Harus konsisten melaksanakan poin-poin di atas.
Pemilu Presiden
Pemilu Presiden berbeda dengan Pemilu Legislatif. Presiden bukanlah wakil rakyat; kepadanya tidak bisa diberlakukan fakta wakalah. Dalam hal ini lebih tepat dikaitkan dengan fakta akad pengangkatan kepala negara (nashb al-ra’is) yang hukumnya terkait dengan dua hal: person (orang) dan sistem.

Terkait dengan person, Islam menetapkan bahwa seorang kepala negara harus memenuhi syarat-syarat in’iqâd, yang akan menentukan sah-tidaknya seseorang menjadi kepala negara. Syarat-syarat itu adalah: (1) Muslim; (2) Balig; (3) Berakal; (4) Laki-laki; (5) Merdeka; (6) Adil/tidak fasik; (7) Mampu (yakni mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai kepala negara). Tidak terpenuhinya salah satu saja dari syarat-syarat di atas, membuat pengangkatan seseorang menjadi kepala negara menjadi tidak sah.

Adapun tentang sistem, harus ditegaskan bahwa siapapun yang terpilih menjadi kepala negara wajib menerapkan sistem Islam. Ini adalah konsekuensi dari akidah seorang kepala negara yang Muslim. Dalam Islam, tugas utama kepala negara adalah menjalankan syariah Islam serta memimpin rakyat dan negaranya dengan sistem Islam. Memimpin dengan sistem selain Islam tidak akan menghasilkan kebaikan, tetapi justru menghasilkan kerusakan dan bencana. Siapa saja yang memimpin tidak dengan sistem Islam, oleh Allah SWT disebut sebagai fasik dan zalim, bahkan jika secara i’tiqadi menolak syariah Islam, dinyatakan sebagai kafir (Lihat: QS al-Maidah [5]: 44, 45, 47).

Wahai kaum Muslim:

Sikap yang semestinya harus ditunjukkan oleh setiap Muslim dalam menghadapi Pemilu ini adalah:

Tidak memilih calon yang tidak memenuhi syarat dan ketentuan di atas; tidak mendukung usahanya, termasuk tidak mendukung kampanyenya dan mengucapkan selamat saat yang bersangkutan berhasil memenangkan pemilihan.
Melaksanakan syariah Islam secara utuh dan menyeluruh dengan konsisten; berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mengubah sistem sekular ini menjadi sistem Islam melalui perjuangan yang dilakukan sesuai dengan tharîqah dakwah Rasulullah saw. melalui pergulatan pemikiran (as-shirâ’ al-fikri) dan perjuangan politik (al-kifâh as-siyâsi). Perjuangan itu diwujudkan dengan mendukung individu, kelompok, jamaah, dan partai politik yang secara nyata dan konsisten berjuang demi tegaknya syariah dan Khilafah; serta menjauhi individu, kelompok, jamaah dan partai politik yang justru berjuang untuk mengokohkan sistem sekular.
Secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan kritik dan koreksi terhadap para penguasa atas setiap aktivitas dan kebijakan mereka yang bertentangan dengan syariah Islam; tidak terpengaruh oleh propaganda yang menyatakan bahwa mengubah sistem sekular dan mewujudkan sistem Islam mustahil dilakukan; tidak boleh ada rasa putus asa dalam perjuangan karena dengan pertolongan Allah, insya Allah perubahan ke arah Islam bisa dilakukan, asal perjuangan itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan ikhlas. Yakinlah, Allah SWT pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya, khususnya dalam usaha mewujudkan tegaknya kembali Khilafah guna melanjutkan kembali kehidupan Islam (isti’nâfu al-hayâh al- Islâmiyah), yaitu kehidupan yang di dalamnya diterapkan syariah Islam dan risalah Islam diemban ke seluruh dunia dengan kepemimpinan seorang Khalifah. Khalifah inilah yang akan menyatukan umat dan negeri-negeri Islam untuk kembali menjadi umat terbaik serta memenangkan Islam di atas semua agama dan ideologi yang ada. Kesatuan umat itulah satu-satunya yang akan melahirkan kekuatan, dan dengan kekuatan itu kerahmatan (Islam) akan terwujud di muka bumi. Dengan kekuatan itu pula kemuliaan Islam dan keutuhan wilayah negeri-negeri muslim bisa dijaga dari penindasan dan penjajahan negeri-negeri kafir sebagaimana yang terjadi di Irak dan Afganistan.
Memilih kepala negara yang mampu menjamin negeri ini tetap mandiri dan merdeka dari cengkeraman penjajah; mampu mewujudkan kemerdekaan yang sesungguhnya, bukan malah membiarkan negeri ini dalam cengkeraman dan dominasi kekuatan asing di segala bidang; mampu meletakkan keamanan negeri ini semata di tangan umat Islam, bukan di tangan warga negara asing; dan tidak membiarkan pengaruh negara penjajah ke dalam institusi tentara dan polisi, apalagi mengijinkan negara asing membuat pangkalan militer di wilayah negeri ini. Sesungguhnya Allah SWT melarang Muslim tunduk pada kekuatan kafir (Lihat: QS an-nisa’ [4]: 141).
Akhirnya, semua berpulang kepada umat Islam, apakah akan membiarkan negeri ini terus dipimpin oleh penguasa zalim dengan sistem sekular dan mengabaikan syariah Islam yang membuat negeri ini terus terpuruk; ataukah memilih pemimpin yang amanah dan menegakkan syariah Islam sehingga kedamaian, kesejahteraan, dan keadilan benar-benar akan terwujud. Begitu juga, semua berpulang kepada umat Islam, apakah akan membiarkan negeri-negeri Muslim tetap tercerai-berai seperti sekarang dan tenggelam dalam kehinaan; ataukah berusaha keras agar bisa menyatu sehingga ‘izzul Islâm wal muslimîn juga benar-benar terwujud.

Wahai umat Islam! Inilah saatnya. Ambillah langkah yang benar. Salah mengambil langkah berarti turut melanggengkan kemaksiatan! []

Komentar Al-Islam:

Gerakan Golput Hanya Rugikan Umat (Republika, 24/3/2009).

Umat lebih rugi lagi jika Pemilu tidak ditujukan untuk menegakkan syariah

Sabtu, 21 Maret 2009

Tidak ada Hubungan antara Kesejahteraan dengan Demokrasi



Tidak ada hubungan antara kesejahteraan dengan paham demokrasi. Sebab ukuran kesejahteraan Barat dan Islam berbeda. Demikian kesimpulan dari diskusi yang diadakan “Halqah Islam dan Peradaban” . Diskusi yang mengambil tema “Kesejahteraan ala Demokrasi vs Khilafah” berlangsung kemarin, Kamis (19/3) itu menghadirkan pembicara: Prof. Dr. Ryaas Rasyid, Dr. Ichsanuddin Noorsy, Dr. Lili Romli dan MR Kurnia.

Menurut Ichsanuddin, kesejahteraan dalam kacamatan Barat itu diukur hanya dalam tiga bidang. “Tingkat pendidikan, tingkat penghasilan dan tingkat kesehatan,” kata pengamat ekonomi ini.

Kesejahteraan lahir batin, menurutnya, sebenarnya didapatkan bayi dalam kandungan sampai dengan lima tahun. Setelah itu kesejahteraan lahir dan batin dipisahkan. Remaja atau orang dewasa hanya memikirkan kesejahteraan lahiriah saja.

Ini pula yang menurutnya membuat krisis keuangan dunia saat ini melanda AS, Eropa dan negara-negara lainnya.

“Mereka serakah luar biasa dan karena ekonomi kapitalis berbasis individu, maka mereka tidak bias mencegah keserakahan individu. Dan keserakahan inilah sebenarnya sumber pokok krisis saat ini,” urai Ichsan.

Ia juga menegaskan bahwa dalam kajian ekonomi yang berlangsung lebih dari satu setengah abad, krisis ekonomi selalu bertalian dengan demokrasi.

“Keputusan politik yang dibuat dalam demokrasi liberal itu tidak ada kaitannya dengan kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.

Menurutnya demokrasi di AS itu adalah basa-basi, karena beberapa lembaga. Yaitu demokrasi ini digerakkan oleh pembuat jajak pendapat, PR adverstising, media massa, LSM-LSM yang bekerja di Negara itu, parpol-parpol dan yang terpenting digerakkan oleh pemodal. Jadi semuanya itu tidak bias bekerja kalau tidak ada pemodal.

Ia juga menjelaskan bahwa masyarakat AS dan Eropa saat ini sangat meragukan lembaga penjamin keuangan mereka.

“Tiba-tiba uang pension mereka yang dipotong dari gaji mereka tiap bulan lenyap. Karena lembaga yang diserahkan untuk mengelola uang pension itu telah salah dalam bertransaksi,” tegasnya.

Karena itu, jelas Ichsan, sejak tahun 2002, sebenarnya banyak orang Amerika yang mengalihkan mata uang Dolarnya ke Euro. Jumlahnya tidak kurang dari 38 trilyun.

Sedangkan pengamat politik LIPI, Dr Lili Romli menyatakan bahwa tidak ada hubungannya kesejahteraan dengan demokrasi.

“Sebagaimana juga tidak ada hubungan antara kesejahteraan dengan negara yang tidak menerapkan demokrasi,” ujarnya.

Menurutnya, ada tiga pendapat cendekiawan Islam tentang hubungan demokrasi dengan Islam. Pertama, demokrasi bertentangan dengan Islam. Kedua, demokrasi ada beberapa persamaannya dengan Islam. Misalnya dalam masalah persamaan di depan hukum, keterbukaan, keadilan dan lain-lain. Ketiga, demokrasi sama dengan Islam.

Lili menambahkan bahwa apakah demokrasi itu layak atau tidak diterapkan dalam masyarakat, itu tergantung dengan aspirasi masyarakat di wilayah itu. Ia juga menekankan perlu demokrasi dilihat substansinya (demokrasi substantif) daripada prosedural belaka (demokrasi prosedural).

Sedangkan MR Kurnia dari HTI menyatakan bahwa tidak ada hubungan demokrasi dengan kesejahteraan. Fuji dan India misalnya menerapkan demokrasi, tapi rakyatnya tidak sejahtera. “Sedangkan Singapura, Saudi Arabia tidak menerapkan demokrasi rakyatnya sejahtera,” ujarnya menguraikan studi yang telah dilakukan di beberapa Negara.

Menurutnya, Inggris, AS dan Perancis sejahtera (sebelum krisis) karena Negaranya ditopang oleh imperialisme. Di mana mereka menguasai energi, barang dan jasa dan lain-lain. :Yang terpenting demokrasi dan kapitalisme tidak bias dipisahkan,”ungkapnya.

Ia juga menguraikan bahwa kesejahteraan dalam Islam adalah kesejahteraan lahir dan batin. Secara lahiriah, maka rakyat harus disejahterakan dengan dipenuhinya kebutuhan pokok oleh Negara. Yaitu kebutuhan sangan, pangan, papan, kesehatan dan keamanan.

Sedangkan Pro. Dr. Ryaas Rasyid menyatakan bahwa dalam demokrasi harus melahirkan pemerintah dan pemerintah dan pemimpin yang baik. “Apabila dalam demokrasi tidak melahirkan pemimpin dan pemerintah yang baik, maka demokrasi itu melawan dirinya sendiri,” tegasnya.

Ia juga menegaskan bahwa kegagalan demokrasi di Indonesia itu karena dua hal. Pertama, kultur masyarakat yang tidak siap untuk berdemokrasi. Kedua, para elit politik yang tidak sungguh-sungguh menerapkan demokrasi.

Pandangan tentang demokrasi dan kesejahteraan itu, menurutnya, ada dua macam. Pertama, demokrasi itu diterapkan dulu, baru menghasilkan kesejahteraan, seperti di AS dan Eropa. Kedua, kesejahteraan dicapai dulu, baru diterapkan demokrasi. Pandangan ini dianut oleh Thailand, Korsel, Malaysia dan lain-lain. Juga China lebih mementingkan kesejahteraan daripada demokrasi.”Mereka tidak peduli Cuma ada partai tunggal di sana, yang penting rakyatnya sejahtera,”katanya.

Ia menyayangkan Indonesia telah dipaksa oleh Amerika untuk memeluk demokrasi. “Bagaimana di Indonesia masyarakat dapat memilih pemimpin yang baik, lebih dari 50% rakyatnya hanya tamatan SD,” ujarnya. Dengan minimnya kecerdasan dan minimnya kesejahteraan, maka sebenarnya Indonesia tidak bisa menerapkan demokrasi. (hidayatullah.com)

Selasa, 10 Maret 2009

CALEG & TOKOH UMMAT WACHYUNI MANDIRA PRO SYARIAH & KHILAFAH


HTI-DPC WM Press. Allaahu Akbar..,Allahu Akbar…Allahu Akbar....Gema Takbir Berulang kali di Pekikkan oleh para peserta “Halqoh Islam & Peradaban I” yang Dilaksanakan oleh DPC HTI Wachyuni Mandira pada Hari Senin, 12 Robi’ul Awwal 1430 H/9 Maret 2009 di Masjid Daarus Salaam Central 50 Infra Modul 2.
Kegiatan yang mengangkat tema “Menuju Indonesia Lebih Baik dengan Syariah & Khilafah” ini menghadirkan 4 Nara Sumber, yakni :
1. Ust. Imam Mansyur LC (Caleg DPRD I Sumatra Selatan/Anggota AKTIF DPRD II Ogan Komering Ilir (OKI), dan Ketua DSD (Dewan Syariah Daerah ) Partai Keadilan Sejahtera.
2. Ust. H. Matnazir (Caleg DPRD 2 OKI dari Partai Hanura)
3. Ust. Syamsul Hadi (Da’i & Dosen Agama Islam Akademi Perikanan Wachyuni Mandira(APWM)
4. Ust. Milladuna Dzikron (Aktivis HTI Wachyuni Mandira)
Acara Yang Di ”Host” in oleh Abu Nada yang juga merupakan Ketua DPC HTI Wachyuni Mandira dihadiri sekitar 150 orang dari berbagai elemen Masyarakat. Diantara yang hadir adalah dari Simpatisan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Simpatisan Partai HANURA, Wakil Management Perusahaan PT Wachyuni Mandira, ketua Ta’mir-Ketua Ta’mir yang ada di Wachyuni Mandira, perwakilan Nahdhatul ‘Ulama, kalangan kampus dan tokoh masyarakat se-Wachyuni Mandira.
Acara Lounching HIP 1 WM ini dimulai dengan Pemutaran Film yang menceritakan Tentang Kondisi Indonesia yang mempunyai Banyak Kelebihan tetapi masih mengalami krisis multidimensi. Ketika Ust. Imam Mansyur LC dimintai Pandangan beliau seputar Akar Permasalahan apa yang menyebabkan Indonesia belum cepat ”sembuh” dari ”sakit” nya, Ketua Dewan Syari’ah Daerah (DSD) Partai Keadilan Sejahtera OKI-Sumatra Selatan ini menjelaskan ada 3 hal yang menyebabkan ini semua : Pertama, Kebodohan Ummat disebabkan sistem pendidikan yang ada sekarang, sehingga seperti Freport aja Kontrak Karyanya di perpanjang sampai 2041. Padahal Pemerintah hanya mendapatkan 10 % dan AS sebagi Pengelola bisa dapat 90 %. Kedua : SunnatuLLah Filosofi ”Syetan(Iblis) dan Adam”, dimana musuh-musuh Islam banyak yang gak senang dengan Islam, dan berusaha untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Serta yang Ketiga : Akibat Bangsa ini kurang menghormati Orang yang berilmu, Sebetulnya banyak orang Indonesia yang sanggup mengolah SDA yang ada tetapi malah diberikan keasing.
Pembicara Kedua. H. Matnazir menyimpulkan bahwa penyebab kemunduran Bangsa ini akibat Moralnya tercabik-cabik. Banyak kontra diksi yang terjadi, seperti disatu sisi masih banyak orang yang belum punya rumah dan tidur di bawah kolong jembatan, tetapi disisi lain banyak juga orang yang membuat ”Rumah Burung Walet” sampai ratusan juta rupiah. Saudagar Pasar Bravo Infra Modul 2 ini juga menyoroti semua ini akibat sistem pendidikan yang kurang Pas akibat kesalahan masyarakat sendiri yang salah memilih pemimpin.
Pada kesempatan Ketiga, Ust Syamsul Hadi menyoroti Hal yang sama bahwa Kemunduran Bangsa indonesia ini juga diakibatkan oleh sistem pendidikan yang hanya menitik beratkan pada ”Pendidikan Fisik” saja dan kurang memperhatikan ”Aspek Mentalnya”. Mantan Dekan Fakustas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung ini juga menyoroti banyaknya ummat islam yang tidak konsisten dengan Agamanya, sehingga banyak hal yang dilakukan tidak berlandaskan pada Motivasi Agama/Aqidahnya sendiri. Lebih lanjut mantan Dosen FKIP Universitas Lampung (UNILA) yang mempunyai motto ”Tiada Waktu Tanpa Da’wah” ini menyampaikan bahwa Justru Motivasi Bangsa ini dalam berbuat lebih banyak di ilhami oleh Aqidah Kafir yang banyak menyengsarakan Ummat.
Pada sesi terakhir, nara Sumber dari Hizbut Tahrir DPC WM, Ust. Milladuna menyampaikan bahwa kita jangan terburu-buru mengatakan sesuatu itu menjadi penyebab kalau kita belum mengetahui akar permasalahannya. Ustadz Dudun, Panggilan akrab dari Ust. Milladuna, yang juga merupakan alumnus Teknik Elektro Universitas Gajah Mada ini mengetengahkan kepada jama’ah bahwa sebagai sebuah gambaran tatkala ada suatu PWA (Paddle Wheel Aerator) ada yang rusak, jangan langsung menyimpulkan ”Motor” nya yang rusak atau ”Gear Box” nya yang rusak. Tetapi kita harus meneliti dengan cermat apa penyebabnya, baru kita mencari Solusinya. Mantan Dosen STMIK El-Rahma Yogyakarta ini lebih lanjut mengibaratkan, ibarat Kompetisi ”MOTO GP” seandainya ”VALENTINO ROSSI SANG JUARA MOTO GP” Menggunakan ”Motor yang Rusak”, maka dia pun tidak akan menjadi juara dan kita jangan menyalahkan Valentino Rossi nya tetapi kita harus mengganti ”Motor Rusak” nya dengan ”Motor Bagus” nya.Beliau juga menyitir surat Arrum (30) : 41 yang berbunyi :

        ••       
”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Beliau Menjelaskan bahwa banyaknya terjadi ke”Fasad” an akibat ulah tangan manusia sendiri, dimana kata ”AIDINNNAS” ditafsirkan oleh beberapa mufassirin sebagai akibat ”BI DHULMIHIM, BIKUFRIHIN, BI MA ’AASYIHIM”. Jadi Krisis multidimensi ini terjadi akibat kekufuran dan kemaksyiatan kita yang tidak menerapkan Syari’ah islam sebagai satu-satunya solusi yang benar. Kita malah memilih menggunakan sistem Kapitalisme yang notabene buatan manusia. Oleh karena itu, ustadz satu anak ini menutup penyampaian materinya dengan kata ”La ’allakum yarji’un”, yakni agar kita cepat bertaubat dengan cara meninggalkan sistem Kapitalisme yang terbukti menyengsarankan ummat ini, dan kembali/Ruju’ kepada sistem Ilahiyyah, yakni sistem Islam

Pada sesi tanya jawab beberapa penanya menayakan apakah mungkin Ummat islam bersatu dibawah khilafah, sementara kondisi ummat islam terpecah-pecah dan bagaimana tahapan-tahapannya untuk memperbaiki kondisi ummat ini. Ust Imam Mansyur mengatakan bahwa kita harus merubah ”Sistem yang Salah” ini dengan ”Sistem yang Benar”, yaitu Sistem Khilafah. Beliau juga menekankan bahwa Khilafah tidak bersifat Lokal/Nasional, tetapi bersifat Internasional. Meskipun beliau mengatakan ”Sistem Khilafah modelnya berbeda-beda dari Khilafah Rasyidah, Ummayyah, Abbassiyyah dan Utsmanniyah, Anggota DPRD II OKI ini menyampaikan teentang pentingnya ummat ini bersatu dan tidak terpecah belah. Karena itu kita harus menda’wahkan Islam ini secara kaffah, karena Khilafah adalah Kewajiban. Beliau juga menjelaskan bahwa dalm kitab-kitab fiqih juga banyak di jelaskan tentang kewajiban khilafah ini, seperti dalam Kitab Al-Ahkam Ash-Shulthonniyyah karangan Imam Al-Mawardi. Karena itu, meski ummat islam berbeda beda jama’ahnya, kita harus menyatukan Visi dalam Penerapan Syariah ini dengan Cara ”WIHDATUL FIKROH” penyatuan pemikiran antara jama’ah-jama’ah yang ada.
H.Matnazir mengatakan, kalau kita ingin bersatu, ummat masih membutuhkan seorang Figur/Tokoh yang akan dijadikan contoh. Caleg Hanura ini juga menyatakan pentingnya Ummat islam bersatu agar kita bisa bangkit dari Krisis multidimensi ini. Jangan sampai kita hanya menjadi pengeksport Tenaga Kerja Murah keluar negeri, tetapi kita harus menjadi sebuah Bangsa Yang Mandiri, yang tidak tergantung pada bangsa lain. Beliau yakin kita pasti bisa, dan kita harus yakin akan pertolongan Allah apabila kita menolong-Nya.
Menanggapi pertanyaan tentang mungkinkah ummat islam bersatu, Ust Syamsul Hadi menyampaikan juga bahwa memang penting Kita mengusahakan Khilafah yang akan dipimpin oleh Kholifah yang bisa menyatukan ummat islam. Walaupun demikian, Mantan Dosen Universitas Malahayati Lampung ini juga menegaskan jangan sampai Jama’ah-jama’ah yang ada jangan sampai terjebak dalam ”FANATISME JAMA’AH” karena ini bagian dari kemusyrikan. Beliau menyampaikan hal ini sambil minta di bacakan Surat Ar-Rum (30) : 30 – 32.
Menanggapi pertanyaan bagaimana tahapan-tahapan penyatuan ummat, Ust. Dudun menyampaikan ada 3 tahapan yang harus kita lalui. Pertama : Tahapan Tastqif (Pengkaderan) kader da’wah sebagaimana RosuluLLah SAW mengkader sahabat dirumah Arqom bin Abi Arqom, kemudian kedua : Tahap Tafa’ul ma’al ummah, berinteraksi dengan ummah, termasuk secara Intens Mengadakan Kontak Tokoh dengan para pemimpin Ummah, sehingga dengan terjun ke masyarakat ini nantinya terjadi Shiro’ul Fikri (Pergolakan Pemikiran) dan Kifaahusy Siyaasi (Perjuangan Politik) di tengah-tengah ummat, sehingga setelah umat sadar dan faham akan pentingnya penerapan islam, maka kita memasuki tahapan terakhir yaitu Tathbiiqul Ahkam (Penerapan Hukum) di tengah-tengah Ummat.
Sebelum acara ditutup ada salah seorang Kader PKS menanyakan kepada Ustadz Dudun, Pada Pemilu 2009 nanti HTI akan mendukung siapa. Ustadz Muda yang juga merupakan Mantan Ketua DPD 2 HTI Kendal Jawa Tengah ini menjelaskan Hukum Mengangkat Pemimpin dan Hukum Seputar Pemilu. Secara singkat Beliau menyampaikan Bahwa Hukum Asal ”Mengangkat Pemimpin Yang akan Melaksanakan Syari’ah Islam” adalah Fardhu Kifayah, jadi apabila sekelompok ummat telah mengangkatnya, maka gugur kewajiban ummat islam lainnya. Sementara Hukum Pemilu adalah merupakan ”Hukum Wakalah/Perwakilan” yang hukum asalnya adalah Mubah. Menjawab pertanyaan diatas beliau mengatakan, apabila ada Calon Anggota Legislatif Yang secara Terus Menerus, bukan sekali-kali, senantiasa menyerukan PENEGAKKAN SYARI’AH dan KHILAFAH, dan berusaha sekuat tenaga untuk menerapkannya, maka kita harus mendukung CALEG tersebut. Bahkan kita akan berdosa kalau kita tidak mendukungnya.
AlhamduliLLah acara yang dimulai jam 20.30 dan berakhir pukul 23.00 dengan dibacakannya do’a oleh Ust. Syamsul Hadi, bisa berlangsung dengan lancar. Bahkan sebelum di tutup dan dibacakan kesimpulan oleh ”HOST” yang sebelumnya juga menayangkan hasil-hasil SURVEY SYARI’AH yang menunjukkan mayoritas Ummat Islam Indonesia Mendukung Syari’ah, Teriakan takbir pun berulang kali di pekikkan oleh peserta yang hadir malam itu. Host menyimpulkan bahwa dari Halqoh Islam dan Peradaban in, bisa disimpulan bahwa seluruh Tokoh Ummat dan Caleg yang ada di WM sepakat untuk bersama-sama memperjuangkan Syari’ah Islam dan Khilafah. Host Acara HIP yang tubuhnya agak tambun ini mengibaratkan, kalau sinergi Ummat ini disatukan, maka kita akan melaju Pesat. Ibarat sebuah kereta kalau ”Gerbongnya” di tarik oleh banyak ”Lokomotif” dengan arah dan tujuan yang sama, maka laju kereta itu akan sangat kencang. Tetapi kalau ada ”Lokomotif” yang menarik dengan dengan ”arah yang berlawanan” maka kereta tersebut tidak akan bergerak kemana-mana, diam di tempat. Karena itu Host ini menyerukan agar Caleg dan Tokoh Ummat, baik di Parlemen nanti atau di tempat tinggal mereka masing-masing, sama-sama berusaha untuk bisa mengkampanyekan ide Syari’ah dan Khilafah ini.
Ya Allah....Segerakanlah Tegakkan Khilafah Rasyidah ’ala Minhaajin Nabiyyika, karena kami telah merindukannya. Allaahu Akbar....Allaahu Akbar......(Abu Nada/PJ WM)










Galeri Foto HIP DPC HTI WM



Persiapan Tempat, dengan pembersihan Rumput Sekitar



Sessi Penyampaian Pendapat Oleh Para Nara Sumber


Foto Ust. Dudun Dengan Para Tamu Undangan



Foto Bersama Para Nara Sumber (Dari Kiri Kekanan) : Ustadz Dudun (HTI WM), Ust. Imam Mansyur. LC (Anggota DPRD 2 OKI/Dewan Syari’ah Daerah PKS-OKI), H. Matnazir (Caleg Hanura). Ust. Syamsul Hadi (Da’i dan Dosen APWM), terakhir berbaju Biru, Abu Nada (Host/Ketua DPC HTI WM)

Jajaran Panitia HIP 1 WM Foto Bersama

Suasana Sesi Dialog HIP 1 Wachyuni Mandira



Panitia Foto Bersama dengan Bpk Bukhori dan Bpk Warsito, Wakil dari Management Perusahaan.





Panitia Foto Bersama Ust. Imam Mansyur (Caleg DPRD1 Sumatra Selatan PKS, Ketua Dewan Syari’ah Daerah PKS OKI-SUM SEL)

Ust. Dudun Foto Bersama Bpk Bukhori dan Bpk. Warsito (Perwakilan Pimpinan Perusahaan)